Friday, June 26, 2015

Lamunan Ilusi




“Arggghhh, satu kecupan saja!!!” Teriakku kesal. Ku sentak kertas gambar disekelilingku sambil melempar pensil yang ku genggam. Lalu aku langsung bergegas dan dengan cepat menghampiri Ibuku.








Ceritanya berawal dari sini. Aku yang sudah menyelesaikan studi ku di Jepang, berniat pulang ke kampung halaman, iya Indonesia. Semangat sangat terasa sampai ke kepalaku. Rindu akan suasana rumah mengantar keinginan ku tuk bertemu keluarga, terutama sekali dengan orangtua-ku. Aku sangat ingin melihat mereka tersenyum bangga saat berjumpa dengan ku. Kakak dan Adikku yang selalu aku ingin bersama-sama dengannya tertawa dan bercerita tentang pengalamanku di Jepang.

Namun sedikit dari lamunanku tentang rumah, membawa irama musikku terpaksa menghadirkan suasana tentang “dia”. Iya “dia”, lagu lama dalam handphone yang baru aku beli ini memang sangat bisa membuat semangatku semakin menjadi. Betapa tak sabar nya aku ingin bertemu dengannya. Seseorang yang sangat dingin denganku. Belakangan ini memang aku sedang berusaha untuk mendekatinya. Hanya bermodal sepenggal kata dalam handphone, aku mengajaknya untuk dinner sesampainya di Jakarta.

Aku melihat jam tangan sambil menyandarkan kepalaku ke kursi kembali. Terpaksa aku hentikan lamunan ini, karena pesawat yang aku tumpangi akan take off. Ku tutup penutup jendela dan memasang seat belt. Pramugari mulai memberikan instruksi prosedur keselamatan. Sementara mataku mulai melihat lihat fasilitas yang disajikan pesawat ini. Bingo!! Console game tersedia disini, aku mulai membuka dan memainkannya. Aku sangat menikmati perjalanan dengan awak termahal ini.

Keesokan harinya, aku tiba di Soekarno Hatta, aku tidak langsung bergegas pulang ke rumah. Ku panggil taksi untuk menuju ke kantor perusahaan yang cukup besar di Indonesia. Ya, sebelumnya mereka menawari ku kerja disana dengan gaji yang sangat besar, sontak aku langsung menerimanya. Yah walaupun aku tidak mengiginkan untuk menjadi pegawai. Aku lebih tertarik untuk merintis usaha kuliner disini. Entahlah aku berpikir jika aku tidak suka terikat, aku lebih ingin mandiri dengan usahaku sendiri. Itu pasti lebih menyenangkan. Namun menurutku alangkah baiknya jika mempersiapkannya dengan baik. Jadi aku memutuskan untuk menjadi pegawai 2 atau 3 tahun. Ya tentunya untuk menambah modalku dan merancang segala konsepnya dengan matang. Aku juga sudah berinvestasi, jadi aku tidak takut jika suatu saat aku tidak beruntung.

Selesainya mengajukan surat lamaran, aku bergegas untuk mengunjungi properti baru yang aku beli melalui Internet.

“Pak, sekarang kita ke Sentul Selatan ya” ucapku pada supir taksi.

Setibanya di kantor management, aku langsung mengurus surat-surat dan biaya admnistrasi lainnya, setelah itu mengambil kunci rumah baruku. Yaa, perasaan bangga terlintas dalam diriku saat memegang kunci rumahku sendiri. Rumah ini aku beli dengan uang hasil usaha ku di Jepang. Memang tidak mudah bekerja sambil kuliah, namun dengan membayangkan hasilnya, tentu itu sangat berpengaruh dalam pikiranku.

Setelah sampai di depan rumah aku tersenyum dengan mata yang berbinar. Aku masih tidak menyangka ini rumah hasil dari keringatku. Kubuka pintu yang terkunci sembari tersenyum, terlintas bayangan keluarga bahagia terhirup disini. Memang tidak begitu mewah, tapi sangat cukup untuk calon istri dan anak-anak ku nanti, pikirku.

“Baiklah sudah cukup” kataku dalam hati. Aku tak mau lama-lama disini, hanya sekedar melihat lihat rumah baruku saja. Tentu saja tidak mungkin aku menginap disini, karena masih kotor dan belum ada barang satupun. Setelah puas melihat lihat, aku langsung pulang ke rumah orangtuaku.

“Ahh, Pulogadung tidak berubah sama sekali.” ucapku dalam hati.

Rumah orangtua ku yang di Pulogadung ini lingkungannya memang sumpek, sangat berbeda dengan yang di Cibubur. Jalan kecil yang berputar putar mengingatkan ku dengan kenangan masa kecil. Tapi aku akui, pengalaman di lingkungan seperti ini lah yang sangat terbaik, yang tidak pernah aku lupakan sampai sekarang. Sahabat – sahabat kecil yang mengajarkan hal-hal baru, yang bisa menyajikan cerita dibalik cerita, yang selalu membawa arti tawa terhadapku. Mereka semua tidak akan pernah dapat tergantikan dengan bahkan sahabat terbaik ku saat ini. Ahh, aku sangat ingin berjumpa dengan mereka, tapi apa mereka semua masih disini, tanyaku dalam hati.

Aku berjalan dengan gagah, penuh senyum gembira. Sapa mereka tetangga-tetangga membuat senyum ku semakin lebar sepanjang jalan. Mereka sangat ramah. Aku berharap bertemu satu saja sahabat kecil ku saat dijalan. Nihil, tidak satupun aku berjumpa, mungkin sekarang mereka sedang bekerja, pikirku.

Akhirnya tiba aku di depan rumah, ku ketuk pintu sambil mengucap salam. Ibu yang membukakan pintu sangat terkejut saat bertatapan dengan ku. Aku langsung cium tangannya dan kupeluk. Ibu berteriak memanggil ayahku “Pahh, Danny sudah pulang”. Kemudian ayah datang dan langsung kupeluk dia. Tampak senyum bahagia dengan mata berkaca kaca di wajah kedua orangtua ku itu. Bahagia sekali perasaan ku, sudah lama sekali tidak bertemu. Tak lama kemudian adik dan kakak ku muncul. Kubalas sapa rindu mereka dengan hangat. Sembari membereskan barang-barang, aku berbincang banyak dengan mereka.

Setelah ku pikir cukup untuk berbincang, aku bergegas untuk mandi. Setelah itu aku menuju kamar untuk beristirahat. Tidak lama aku berbaring diatas kasur, entah apa yang membuat mataku tertuju dengan map berisi kumpulan gambar gambarku dulu. Goresan klasik di setumpuk kertas yang mulai menua ini membuatku tersenyum kecil. Setiap gambar yang ku buat punya cerita dan ungkapannya masing masing. Aku mulai melihat lembar per lembar gambarku ini. Dan aku tersentak saat melihat gambar yang ku buat untuk “dia”. Segala perasaan ku tuangkan di kertas ini, ini benar-benar gambar yang penuh emosi.

Terlepas dari itu, aku melihat binder lama ku terletak di lemari buku. Aku ambil binder itu, terlihat “Dream note” yang aku buat waktu SMA pada cover depannya. Aku mulai membacanya satu per satu. “Kuliah S2 diumur kurang dari 20 tahun, punya usaha saat jadi mahasiswa, punya mobil sendiri, punya rumah sendiri. Hmmmm, ini semua sudah aku lakukan” bisik ku. Entah kenapa ada yang kurang. Iya, menikah. Aku tidak menuliskannya, mungkin aku lupa atau belum terpikir sama sekali saat itu hahaha. Kemudian aku langsung teringat janji ku pada dia untuk dinner malam ini juga, lalu aku langsung bergegas untuk tidur.

Belum lama aku memeluk guling, tiba tiba aku teringat dengan gitarku. “Baiklah kali ini sebentar saja” ucapku. Aku turun dari kasur lalu keluar dari kamar menuju ruang kerja ayahku. “Nah itu” ucapku sambil menghampiri gitar yang digantung. Aku turunkan gitarnya lalu mulai menyetem senar yang sudah berbau karat ini. Ah rindu sekali ingin memainkan ini. Bee gees, Lionel richie, Firehouse, Mr.Big, tak sabar aku ingin menyanyikannya. Benar, lagu klasik, selalu mengantar ingatanku kepada ayah saat kita bernyanyi bersama.

“Oke kali ini benar-benar cukup, dan aku akan benar-benar istirahat.” Ucapku dalam hati.

Malam pun datang, dering handphone mulai menyala. Aku pergi untuk menjemput dia di rumahnya. Kupinggirkan mobil ku di samping jalan tepat di depan gang rumahnya. Kubuka handphone dan mulai ku ketik pesan untuknya. Tidak lama kemudian tampak seseorang berjalan di lorong gang dari kejauhan. Itu dia! Langsung aku turun membukakan pintu mobilku untuk nya. Terdiam aku dengan pesonanya, senyum lembut tanpa sepatah kata itu menggetarkan hatiku. “Apa dia masih dingin seperti dulu?” tanyaku dalam hati. Aku masuk ke dalam mobil dan mulai mengendarai mobilku.

Sembari mengendarai, aku mulai stel lagu untuk mencairkan suasana. Tentu saja aku gugup, aku sedang berdua dengan wanita yang selama ini aku idamkan. Oke aku harus tenang. Aku tahu aku tidak pandai dalam hal seperti ini. Tapi akan ku coba mulai percakapan.

“Hmm kamu sekarang lagi sibuk apa aja sih?” Tanyaku.

“Ehem.. Kegiatanku sekarang Cuma kerja aja nih Dan, kamu gimana?” Ucap dia.

Aku tersenyum, ternyata dia juga gugup sama sepertiku. Tapi aku senang itu pertama kalinya aku mendengar suaranya langsung. Rasanya kayak ada manis manisnya gitu.

“Oh, kalo aku senin depan baru mau masuk kerja nih. Emangnya kamu kerja dimana?” Tanyaku lagi.

Percakapan mengalir begitu saja, rasa ingin tahu satu per satu bergulir pada kita berdua. Sampai tak terasa sudah berada di parkiran restaurant yang akan kita kunjungi. Aku mulai mematikan mobil dan bergegas membukakan pintu mobil untuk dia. Lalu dengan santai kita berjalan beriringan memasuki restaurant, sampai tiba saatnya aku duduk berhadapan dengannya.

Astaga jelas sekali, ini benar-benar wanita yang aku inginkan. Sejak tadi aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, tapi disini, disini jelas sekali dia cantik. Aku hanya terdiam memandang mata itu. Rambutnya, pipinya, hidungnya, semuanya tampak sempurna di mataku. Apakah ini karya terindah tuhan? Aku seperti orang yang sedang melamun melihat langit malam, diam terpesona melihat keindahannya. Benar-benar dibuat kagum aku malam itu.

Tidak terasa malam itu berjalan sangat cepat, mungkin karna aku begitu menikmatinya. Aku antarkan dia pulang kerumahnya. Hah…. rasanya aku ingin terus bersamanya sepanjang malam.

“Makasih ya udah mau nemenin makan malem ini” ucapku.

“Iyaa Dan, adanya aku lagi yang terimakasih udah di ajak makan” jawab dia.

“Oh begitu hehe kembali kasih. Oh iya kapan lagi nih kita jalan?” ucapku.

“Hmmm, nanti deh aku kabarin ya” jawab dia.

“Okedeh” balasku.

Saat dia bergegas membuka pintu mobil, tiba-tiba saja aku reflek memanggilnya sambil memegang tangannya.

“Hey….” Panggilku.

“Hmm kenapa Dan?” tanya dia sambil melihat tanganku yang memegang tangannya.

“Eh sori ya ga sengaja, kamu hati-hati ya” Ucapku sambil melepaskan tangannya.

“Yailah rumahku dari sini kepleset nyampe Dan, kamu tuh yang hati-hati udah malem gini” jawab dia.

“Siap boss!” jawabku.

Saat itu tiba-tiba dia memegang tanganku dan wajahnya mulai mendekati pipiku. Apakah itu sebuah kecupan? Hatiku berdebar kencang. Benarkah dia akan? Orang yang selama ini aku inginkan akan ……. “Dannyyyyy!!!” Tiba tiba seseorang meneriakiku.

“Arggghhh, satu kecupan saja!!!” Teriakku kesal. Ku sentak kertas gambar disekelilingku sambil melempar pensil yang ku genggam. Lalu aku langsung bergegas dan dengan cepat menghampiri Ibuku.

“Kenapa mah?” tanyaku pada mama.

“Beliin mama super sol sama tepung terigu setengah kilo. Abis itu kamu belajar besok UN juga, malah gambar aja yang dikerjain” jawab mama.

“Iya bawel-_-“ balasku.

Iya, aku tahu ini hanyalah lamunan dari lamunanku saja. Mungkin saat aku sedang mengetik ini aku belum menjadi apa-apa. Tapi ini langkah awal yang aku rencanakan untuk masa depanku. Dengan membayangkan akan bagaimana kita di masa depan, kita akan menjadi fokus untuk mencapainya. Tentu saja tidak semudah kelihatannya, tapi kita harus selalu berusaha mengejar mimpi besar kita. Seberapa pun besar mimpi kita jangan ragu, jangan takut. Tetaplah fokus, biarkan orang-orang kecil menertawakan besarnya mimpi kita. Tapi suatu saat nanti aku akan baca cerita ini lagi dan tertawa betapa hebatnya aku dulu.

*terimakasih telah menginspirasi “dia”

0 comments:

Welcome

Manusia akan mati, tapi karya nya akan abadi. So gausah malu berkarya!! Belum tentu mereka bisa.

Me on Instagram

Instagram
Powered by Blogger.

Followers